Bangkok

rice-farmSetiap kali jalan-jalan ke toko buah, pikiran saya selalu terganggu oleh berbagai buah-buahan dengan embel-embel Bangkok. Sialnya lagi, buah dengan nama seperti itu identik dengan kualitas tinggi dan harga mahal. Kedua hal itu memang selalu kompak dimana pun.

Coba lihat durian Bangkok. Bentuknya besar. Dagingnya tebal, bijinya kecil. Aromanya mengundang selera. Rasanya menggoyang lidah penikmatnya. Mau bawa pulang, silahkan bawa ke petugas untuk ditimbang. Sekilo duapuluh ribuan, boleh bawa dengan kulit-kulitnya.

Betul sih, ada durian lokal yang nggak kalah eksotis. Ada berbagai varian durian di Jepara. Jangan lupa juga durian Medan. Tapi ya itu tadi. Rasanya memang oke. Tapi Bentuknya tidak menarik. Onggokannya kecil-kecil. Bijinya besar-besar. Daging buahnya tipiiiiiiis sekali. Bahkan di beberapa bagian terlihat lapisan daging durian yang tembus pandang. Bijinya terlihat kecoklatan.

Tapi nanti dulu. Kalau anda pernah ke Thailand, anda bisa jadi nggak tertarik menikmati durian Bangkok yang dijajakan di Indonesia. Di negeri asalnya, durian yang dijual lebih eksotis. Warnanya kuning menyala. Dijamin, penyuka durian bakal klepek-klepek. Ini yang membuat saya curiga. Jangan-jangan durian yang dikirim ke negeri kita, afalah durian bangkok kualitas kedua, atau ketiga …

Atau pepaya Bangkok. Bentuknya besar. Dagingnya tebal. Manisnya, lheeeeer. Walau nggak suka makan pepaya terlalu banyak, sayang rasanya menghidangkan pepaya ini kepada burung betet atau kutilang. Mahal harganya, broooo. Walau tak lagi harus diimpor dari negeri asalnya, beberapa dekade dahulu, pepaya Bangkok sempat jadi primadona. Kini, setelah tren masyarakat bergeser, pepaya California yang kecil bentuknya lebih disukai.

Kenapa buah-buah kualitas tinggi identik dengan Bangkok? Ternyata ada kaitannya dengan kepemimpinan. Perhatian raja Bhumibol pada pertanian dan kesejahteraan petani, membuat profesi ini jadi terhormat dan hidup makmur. Setidaknya, mereka lebih makmur daripada profesi yang sama di negeri kita.

Bagaimana dengan negeri ini? Sejak di bangku SD kita diajarkan bahwa negeri kita adalah negeri agraris. Sebagian besar masyarakat kita mata pencahariannya sebagai petani. Nyatanya, saat ini Indonesia lah pengimpor terbesar produk pertanian. Mulai dari beras, jagung, kedelai sampai singkong! Belum lagi produk peternakan. Apa yang nggak kita impor?

Kita pernah punya presiden yang mengklaim diri putera petani. Kita pernah punya presiden bergelar doktor pertanian. Nyatanya ribuan plasma nutfah padi-padian di negeri ini tak lestari. Distribusi pupuk tak kunjung beres. Petani cuma jadi komoditi. Dan yang paling menyedihkan, ada pencanangan swasembada daging, yang akhirnya gagal total karena sebab sepele. Salah hitung …

Ow ow ow, Indonesiaaaa …

Zainal Abidin
Rektor Institut Kemandirian Dompet Dhuafa
Direktur Pengawasan dan Kepatuhan TDA
HeadMaster SekolahMonyet.com

Share

Add Your Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *