Bisnis Adalah Seni

adit 3

Aditya Hayu Wicaksono
Direktur Kuangan TDA

Jika kita melihat sebuah karya seni, maka kita bisa melihat mengapa karya tersebut bernilai jual tinggi. Kita juga bisa melihat apa makna atau arti dari sebuah seni tersebut. Sebuah seni terkadang subjektif diartikan oleh masing-masing orang, bahkan sang seniman sendiri pun mungkin memiliki tujuan yang subjektif pula yang hanya dia yang tahu apa artinya.

Bisnis adalah sebuah seni, seni untuk bisa menciptakan nilai jual tinggi. Terkadang seni tersebut tidak laku di pasaran dan ada juga yang laku. Bisnis itu juga banyak sekali bagian di dalamnya. Bagaimana kita membuat sebuah konsep bisnis, bagaimana kita mencari investor, mengatur keuangan sehingga bisa positif, mencari pelanggan, mencari partner dan bla bla bla.

Bisnis tidak hanya sekedar kulakan lalu jual, itu mungkin saya menyebutnya pedagang. Tapi bagaimana kita bisa menciptakan sebuah nilai yang lebih. Bagaimana sebuah bebek yang harganya 43.000 per ekor lalu di kreasikan kemudian bisa kita jual menjadi 100.000 per potong, misalnya seperti itu. Bagaimana sebuah kain lalu di ciptakan sehingga menjadi sebuah merk dengan nama ‘Damn I Love Indonesia’, misalnya. Bagaimana sebuah sepatu yang dari kulit kemudian menjadi laku dengan merek Yongki Komaladi, misalnya.

Mencari partner bisnis pun merupakan sebuah seni tersendiri di dalam sebuah bisnis. Kalau kita membutuhkan partner bisnis yang memiliki segudang uang, mungkin banyak sekali di negeri ini. Namun bagaimana kita bisa bertemu lalu saling melengkapi satu dengan yang lainnya, itu yang merupakan seninya. Karena bisnis tidak hanya melulu soal uang,
namun lebih daripada itu, bisnis adalah penggabungan visi yang akhirnya bisa menguatkan ke bisnis tersebut. Banyak sekali “perceraian” dalam bisnis. Tidak bisa kita menjamin walau kita sudah 10, 20 tahun berteman dengan sahabat kita, kalau sudah di ranah bisnis beda sekali ceritanya.

Bisnis itu adalah seni. Seni itu juga dapat merusak atau malah mempercantik sebuah kondisi  atau budaya sebuah bangsa. Dulu masyarakat USA merupakan penganut agama Kristen yang ortodoks, namun dengan lahirnya berbagai macam kesenian yang tidak dibatasi, maka kebudayaan mereka berubah seperti saat ini. Nusantara dulu dianut oleh masyarakat pemeluk agama Budha dan Hindu. Ketika Islam masuk melalui seni dan budaya, maka berubahlah budaya Nusantara. Begitu juga sebuah bisnis. Bisnis bisa menghancurkan alam semesta, tapi bisnis bisa menciptakan keselarasan antara alam dengan manusia. Dan itulah seninya. Kita bisa memilih mau yang mana.

Bisnis itu adalah seni untuk pengelolaan keuangannya. Bagaimana agar kita bisa mendapatkan profit sebanyak  banyaknya. Bagaimana bisa menghasilkan sebuah laporan keuangan yang positif dan lain sebagainya.

Bisnis itu adalah seni, dimana prosesnya tiada batas. Seorang seniman sampai akhir hayatnya pun selalu ingin berkarya, entah dorongan ekonomi maupun hati. Seorang Ciputra, Bob Sadino di usia senjanya tetap ingin berkarya, entah untuk perusahaannya, atau untuk negara yang dicintainya.

Bisnis itu adalah seni. Seni pun banyak yang imitasi. Jadi jangan terlena jika melihat sesuatu yang indah namun ternyata palsu, itu namanya seni abal abal kata Bang Jay Teroris. Jangan melihat seseorang dengan nama besarnya saja, lihat keseluruhannya, karakternya, bisnisnya, dan lain lainnya, karena setiap orang adalah sama. Jangan terlena dengan mata kita. Sesuatu yang besar belum tentu besar, dan sesuatu yang kecil belum tentu kecil. Walau bisnisnya legal, tapi kalau caranya tidak benar maka bisa jadi salah outputnya.

Bisnis itu adalah seni, seperti tulisan saya ini terserah teman teman mengartikannya seperti apa. Yang pasti saya tidak mencoba berseni, karena saya bukan seniman, saya hanya seorang pebisnis yang menyukai seni.

 

 

Aditya Hayu Wicaksono
Direktur Kuangan TDA

 

Share

Add Your Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *